Mijon, mijon, mijon… Qua, qua, qua..” Teriak penjual asongan yang
baru naik bis jurusan Karangpucung-Cilacap. Aku yang baru saja terlelap
langsung terjaga karena suaranya yang nyaring tak ada merdunya sama
sekali. “Qua Mbak.” Lelaki paruh baya itu menyodorkan sebotol minuman
dingin ke arahku. Aku yang setengah jengkel langsung merogoh kantong
celana mencari uang kecil kembalian ojeg tadi. “Terima kasih Mbak,
semoga selamat sampai tujuan,” tutur penjual asongan itu sambil membaca
tulisan yang ada di kaca mobil. Aku hanya membalas dengan senyum malas.
Sepertinya aku akan melanjutkan tidur yang tertunda, memeluk botol
minuman yang ku imajinasikan sebagai lengan sang kekasih. Ya, inilah
salah satu akibat kelamaan jomblo. Aku mendengus dalam hati. Duk…
“Aaww…,” teriakku saat kepala seakan ditarik dan dipaksa keningku
mencium sandaran kursi depan. Bis berderit, penumpang panik sampai ada
yang mengeluarkan umpatan. “Woy pir, hati-hati dong kalau ngerem jangan
dadakan istri gue lagi hamil besar nih,” teriak penumpang di belakang.
Aku membayangkan wajah panik si bapak yang istrinya hamil itu sambil
mengelus perut sang istri. Refleks tanganku mengelus perut, dengan mata
terpejam seperti menghayati.
“Mbak lapar?” sapa lelaki di sampingku.
“Eh anu apa ya?” Aku menjawabnya gelagapan. Dan, saat melihat pemilik
suara itu Yaa Salam ganteng sekali, wajahnya mulus tanpa jerawat tidak
seperti aku yang seakan jerawat tumbuh subur ketika tamu bulanan datang
seperti saat ini. Hidungnya mancung, rahangnya tegas, dan kulitnya
putih. Serta satu lagi, dia berkacamata. Duh Gusti, ini idaman sekali.
Sepertinya saat Tuhan menciptakannya Tuhan sedang tersenyum. Dan aku
merona.
“Iya pir, hati-hati dong aku belum kawin dan masih jomblo tahu,
hargai hak hidup para jomblo dong.” Aku langsung menoleh ke sumber
suara. Lelaki tinggi kurus dengan tas ransel yang digendong di depan
salah tingkah saat aku melihatnya. Dia menunduk malu, sambil
menggaruk-garuk kepala yang aku rasa tidak gatal. Aku hanya
mengernyitkan dahi membuat alisku bertaut.
“Syukurlah masih ada jomblo di bus ini,” ucapku pelan, yang aku yakini hanya aku saja yang mendengar.
“Em kenapa Mbak?”
“Eh apa emang tadi aku ngomong apaan ya…” Aku salah tingkah, menunduk
malu tak berani melihat. Takut kalau dia melihat wajahku yang seperti
kepiting rebus. Lelaki itu kemudian menyodorkan roti. Aku memberanikan
diri untuk kembali melihat maha karya Tuhan.
“Oh whaaat!” Aku kaget melihat pemandangan yang di luar dugaan. Ini mimpi atau tadi yang mimpi?
“Kenapa Mbak, tidak suka roti?”
“Bukan itu, tapi… Kenapa berubah, lelaki yang tadi ke mana?” tanyaku
kaget dan hampir tidak percaya dengan apa yang baru aku lihat.
“Lelaki mana Mbak, sedari tadi saya di sini dan tidak ke mana-mana.” Dia
seakan kebingungan dengan pertanyaanku. Ya Tuhan inikah salah satu
akibat dari kelamaan jomblo? Aku mengerjap-ngerjap mata sambil memijat
keningku yang tidak sakit.
“Mbak sakit, pusing?” tanyanya sok perhatian.
“Oh tidak apa-apa,” jawabku lemas.
“Oh syukurlah, ini rotinya silahkan dimakan saya mau turun di depan,
Mbak hati-hati di jalan semoga kita bertemu lagi ya.” celotehnya panjang
penuh harap sambil mengerlingkan matanya yang berbingkai dan
menyunggingkan senyum memamerkan gigi taringnya yang tanggal satu alias
ompong.
Aku hanya mengangguk tanpa minat. Memasukkan roti ke dalam tas
dan kemudian meneguk air mineral. Ah ternyata aku kurang minum hingga
hilang fokus dan berimajinasi terlalu tinggi tentang lelaki tua, ompong
dan keganjenan itu. Oh arjunaku kapan kau menjadi nyata, tidakkah kau
lelah terus hidup dalam dunia fantasiku, Tuhan maafkan aku yang terlalu
lama menjomblo ini. Aamiin.
Masih setengah perjalanan lagi untuk sampai di kota kelahiranku,
Cilacap. Aku memutuskan untuk tidur, semoga tidak ada gangguan lagi. Dan
aku berjanji siapa pun yang mengganggu tidurku tidak akan aku jadikan
saudara apalagi pacar! Hujan di luar membuat aku semakin cepat saja
menjemput lelapku, tidur.
“Maaf Mbak kursi di sebelahnya kosong kah?” Sayup-sayup aku mendengar
suara yang entah ditujukan kepada siapa. Aku tak mengindahkannya,
melanjutkan mimpi bertemu ular-ular yang mengitari langkahku.
“Mba, Mbak…”
Illahi Rabbi kesal sekali rasanya setiap tidurku selalu diganggu, aku
mengambil tas yang ku simpan di kursi sebelah tanpa membuka mata
kemudian memeluknya. Mimpiku buyar, ular-ular itu pergi. Aku melirik ke
arah jendela memastikan apakah hujan masih setia ataukah telah berlalu
seperti ular-ular dalam mimpiku yang kata orangtua dulu adalah lambang
jodoh. Ah ya, maklum kelamaan jomblo jadi mimpi apa pun selalu dikaitkan
dan aku suka mimpi barusan. Mata kita beradu, mata yang sangat bening
dan meneduhkan. Lebih dari imajinasi pertamaku, seperti Aristokrat!
Dia tersenyum, dan wow! Aku seperti diterbangkan menuju surga
imitasi. Karena kalau surga yang asli aku harus mati dulu dan iya kalau
masuk surga, lah kalau masuknya ke neraka bagaimana? Ah Ya Allah jauhkan
hambaMu ini dari siksa neraka, aamiin. Aku langsung membuka air
mineralku dan meminumnya lebih banyak dari sebelumnya. Takut kalau aku
gagal fokus lagi. Aku memberanikan diri melihat ke samping kiri dan Ya
Tuhan ini benar-benar salah satu ciptaanMu yang indah dan jarang sekali
ku temukan. Seperti aktor Korea Lee Min Leho eh maksudnya Lee Min Ho.
Matanya terpejam, walau aku melihat hanya dari samping sepertinya dia
tersenyum.
Pipiku merona saat aku mengaitkan mimpi barusan dan lelaki di
sampingku. Mungkin jodoh! Aku senyum-senyum sendiri, sebelum senyum itu
pudar saat aku mengingat janjiku tadi. Aku menggigit bibir, dan menoleh
ke arahnya. Sambil berdoa dalam hati, “Ya Tuhan bolehkahaku mencabut
janjiku? Ini terlalu ganteng untuk dilewatkan, lihatlah senyum dalam
lelapnya menenteramkan sekali. Jadi hamba minta Tuhan semoga Engkau
menjodohkan kami, aamiin.” Doa yang terlalu pe-de. Ah siapa tahu Tuhan
mengabulkan doa sang jomblo bulukan ini. Berharap dia terjaga dan
memulai obrolan sampai akhirnya dia meminta kontak yang bisa dihubungi.
Yihaaa… Aku berkahayal lagi!
The End
Cerpen Karangan: DianRa
Facebook: DianRa
No comments:
Post a Comment