Thursday, September 22, 2016

The Last Messages For Mom

9 bulan aku berada di dalam rahimmu. Tempat dimana aku merasakan nyaman tuk pertama kalinya. Disini begitu hangat, dan hening. Hingga suatu saat, aku mendegar suara jeritan. Jeritan yang membuat kehangatan disini sejenak sirna. Jeritan yang perlahan menarikku menuju sebuah cahaya. Jeritan yang membuatku menangis tuk pertama kali.

Kau menggendongku. Lebih tepatnya menimangku ke dalam pelukanmu. Kau menunjukkan segalanya padaku. Benda, warna, tumbuhan, hewan dan apa saja. Padahal waktu itu gigiku masih belum tumbuh, tapi kau sudah mengajarkanku untuk menelan sebuah benda lembek menjijikkan yang sangat tidak kusukai.
Aku mulai beranjak dewasa. Maksudku, menjadi anak kecil yang baru memiliki rambut. Kulihat kau tengah menghiburku dengan beberapa mainan yang sebagian tak kupahami bentuknya. Mulai dari benda yang menyala-nyala sendiri bila kupegang hingga sebuah kumpulan balok berwarna dengan tonjolan-tonjolan kecil di permukaannya. Aku begitu bahagia saat itu, mengoceh-oceh dengan bahasa yang hanya bisa kupahami sendiri. Dan tanpa sadar, kusebut namamu tuk pertama kali. Mama.

Suatu hari, kau mengajakku ke suatu tempat. Bersama ayah tentunya. Di dalam box besar berjalan ini, kulihat hamparan warna biru luas menyilaukan mata. Kau bilang itu adalah langit. Aku lantas berjingkrak-jingkrak layaknya gadis berusia 2 tahun yang masih polos ketika mengetahuinya. Akhirnya kami sampai ke sebuah tempat. Panas namun sejuk, mungkin karena angin yang begitu kencang berhembus. Lantas kau berbisik di telinga ini. Pantai.

Hari ini hari pertamaku sekolah Rasanya begitu gugup, namun kau selalu menyemangatiku. Bahagia, takut, grogi, semuanya bercampur aduk. Hingga sebuah bisikan yang mengubah segalanya. Ibu selalu ada untukmu.
10 tahun berlalu. Tanpa sadar, hari ini adalah hari kelulusanku di sekolah menengah pertama. Kalian datang, melihatku berdiri di atas panggung dengan pakaian khas wisuda. Lantunan hymne guru kami nyanyikan hingga air mata menitik di sepanjang pelupuk.

Aku mulai beranjak remaja. Semua kehancuran itu berawal dari sini. Ketika aku melupakan segalanya demi menanggapi panggilan seseorang di luar sana. Termasuk kau. Hubungan kami lambat laun merenggang seiring berjalannya waktu. Terkadang aku menyentakmu, membentak dan memaki, hanya karena masalah yang kuanggap sepele. Hubungan asmara.

Disini aku berdiri, di bawah gedung pencakar langit nan megah di tengah kota. Begitu jauh dengan kampung halamanku. Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan di kota. Memulai kehidupan baru tanpa ada paksaan untuk bangun tiap paginya. Paksaan untuk makan tepat waktu. Dan paksaan untuk mengerjakan PR setiap malamnya. Semua itu akan hilang. Hingga aku terlena dengan harta duniawi.

Namun, aku sadar aku telah tersesat begitu jauh.
Kini, aku takkan bisa kembali.
Bahkan untuk bertemu denganmu sekalipun.
Aku menyesal.
Sangat menyesal.
Kenangan-kenangan indah bersamamu kini hanya menjadi cerita belaka.
Candamu
Tawamu
Nasihatmu
Omelan-omelanmu ketika aku malas bangun pagi.
Aku…
Rindu itu…
Ibu
Andai waktu bisa diputar kembali
Ijinkan aku tuk mengatakan
AKU SAYANG IBU
Untuk yang terakhir kali.
Love you, Mom

Cerpen Karangan: Arini Imandasari

No comments:

Post a Comment