9 bulan aku berada di dalam rahimmu. Tempat dimana aku merasakan
nyaman tuk pertama kalinya. Disini begitu hangat, dan hening. Hingga
suatu saat, aku mendegar suara jeritan. Jeritan yang membuat kehangatan
disini sejenak sirna. Jeritan yang perlahan menarikku menuju sebuah
cahaya. Jeritan yang membuatku menangis tuk pertama kali.
Kau menggendongku. Lebih tepatnya menimangku ke dalam pelukanmu. Kau
menunjukkan segalanya padaku. Benda, warna, tumbuhan, hewan dan apa
saja. Padahal waktu itu gigiku masih belum tumbuh, tapi kau sudah
mengajarkanku untuk menelan sebuah benda lembek menjijikkan yang sangat
tidak kusukai.
Aku mulai beranjak dewasa. Maksudku, menjadi anak kecil yang baru
memiliki rambut. Kulihat kau tengah menghiburku dengan beberapa mainan
yang sebagian tak kupahami bentuknya. Mulai dari benda yang
menyala-nyala sendiri bila kupegang hingga sebuah kumpulan balok
berwarna dengan tonjolan-tonjolan kecil di permukaannya. Aku begitu
bahagia saat itu, mengoceh-oceh dengan bahasa yang hanya bisa kupahami
sendiri. Dan tanpa sadar, kusebut namamu tuk pertama kali. Mama.
Suatu hari, kau mengajakku ke suatu tempat. Bersama ayah tentunya. Di
dalam box besar berjalan ini, kulihat hamparan warna biru luas
menyilaukan mata. Kau bilang itu adalah langit. Aku lantas
berjingkrak-jingkrak layaknya gadis berusia 2 tahun yang masih polos
ketika mengetahuinya. Akhirnya kami sampai ke sebuah tempat. Panas namun
sejuk, mungkin karena angin yang begitu kencang berhembus. Lantas kau
berbisik di telinga ini. Pantai.
Hari ini hari pertamaku sekolah Rasanya begitu gugup, namun kau
selalu menyemangatiku. Bahagia, takut, grogi, semuanya bercampur aduk.
Hingga sebuah bisikan yang mengubah segalanya. Ibu selalu ada untukmu.
10 tahun berlalu. Tanpa sadar, hari ini adalah hari kelulusanku di
sekolah menengah pertama. Kalian datang, melihatku berdiri di atas
panggung dengan pakaian khas wisuda. Lantunan hymne guru kami nyanyikan
hingga air mata menitik di sepanjang pelupuk.
Aku mulai beranjak remaja. Semua kehancuran itu berawal dari sini.
Ketika aku melupakan segalanya demi menanggapi panggilan seseorang di
luar sana. Termasuk kau. Hubungan kami lambat laun merenggang seiring
berjalannya waktu. Terkadang aku menyentakmu, membentak dan memaki,
hanya karena masalah yang kuanggap sepele. Hubungan asmara.
Disini aku berdiri, di bawah gedung pencakar langit nan megah di
tengah kota. Begitu jauh dengan kampung halamanku. Aku memutuskan untuk
mencari pekerjaan di kota. Memulai kehidupan baru tanpa ada paksaan
untuk bangun tiap paginya. Paksaan untuk makan tepat waktu. Dan paksaan
untuk mengerjakan PR setiap malamnya. Semua itu akan hilang. Hingga aku
terlena dengan harta duniawi.
Namun, aku sadar aku telah tersesat begitu jauh.
Kini, aku takkan bisa kembali.
Bahkan untuk bertemu denganmu sekalipun.
Aku menyesal.
Sangat menyesal.
Kenangan-kenangan indah bersamamu kini hanya menjadi cerita belaka.
Candamu
Tawamu
Nasihatmu
Omelan-omelanmu ketika aku malas bangun pagi.
Aku…
Rindu itu…
Ibu
Andai waktu bisa diputar kembali
Ijinkan aku tuk mengatakan
AKU SAYANG IBU
Untuk yang terakhir kali.
Love you, Mom
Cerpen Karangan: Arini Imandasari
No comments:
Post a Comment